Jumat, 01 April 2011

SHT Sebagai Implementasi Mengurangi IUU Fishing

Rusaknya laut di sebagian besar wilayah Indonesia menjadi keprihatinan nasional yang perlu segera dituntaskan atau minimal ada semacam usaha untuk meminimalisir kerusakan laut dan ekosistemnya. Pasalnya kerusakan laut ini memiliki dampak bagi kelangsungan hidup nelayan tradisional yang serta merta menggantungkan hidupnya kepada laut. Apa jadinya jika laut tak lagi memberikan hasil bagi nelayan? Tentunya semakin sulit nelayan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Sekali lagi, kerusakan alam (laut) memberikan daftar panjang kemiskinan bagi nelayan dan masyarakat pesisir bawah.

Adanya perubahan kondisi sumber daya perikanan terkait dengan maraknya praktik penangkapan ikan yang tidak bertanggung jawab atau dalam dunia internasional sering disebut Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing (IUU-Fishing). Banyak kerugian akibat praktik IUU Fishing ini, baik secara ekonomi maupun sosial. Dari fakta tersebut pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berinisiatif untuk mengadopsi program SHT (Sertifikasi Hasil Tangkapan) seperti yang diberlakukan oleh Uni Eropa terkait dengan praktik pencurian ikan. Sementara itu SHT mulai dilaksanakan per 1 Januari 2010, dengan sebelumnya KKP akan melakukan sosialisasi kepada seluruh stakeholder perikanan seperti, pengusaha kapal, pelaku bisnis sektoral maupun eksporter. Bahwa dengan tegas KKP bekerjasama dengan pihak berwajib akan menindak para pelaku IUU Fishing, terlebih lagi ikan hasil IUU-Fishing tidak akan dapat diekspor di pasar Uni Eropa, karena dengan tegas UE menolak setiap jenis ikan yang didapat dengan cara IUU-Fishing.

Setelah SHT diluncurkan oleh pemerintah, masih ditemui kendala yang menjadi penghambat dalam proses pelaksanaan SHT ini. Dalam praktiknya SHT masih begitu sulit dan terlalu rumit bagi pelaku perikanan tangkap di Indonesia. Maka Menteri Kalautan dan perikanan, Fadel Muhammad meluncurkan pelayanan keliling sertifikasi kepelautan perikanan dan sistem otomasi penerbitan sertifikat hasil tangkapan ikan, melalui pelayanan pengurusan sertifikasi keliling, diharapkan dapat meringankan dan mempermudah para nelayan yang memerlukan peningkatan (upgrading) seritifikat kepelautan perikanannya. Dengan kata lain, upaya ini dapat membantu nelayan terhindar dari penangkapan oleh aparat pengawas saat melakukan operasi penangkapan ikan di laut. Menurut Fadel, banyaknya regulasi atau peraturan perundangan-undangan acapkali dianggap menjadi beban masyarakat karena diinterpretasikan secara berbeda oleh berbagai instansi yang menegakkan hukum di laut.


Selain memberikan pelayanan sertifikasi kepelautan perikanan, pelayanan keliling ini juga meliputi penerbitan Sertifikat Hasil Tangkapan Ikan (SHTI) yang dibutuhkan bagi semua produk perikanan hasil tangkapan ikan di laut dari kapal-kapal penangkap ikan berbendera Indonesia yang akan diekspor ke negara-negara Uni Eropa. Penerbitan SHTI bertujuan untuk menjamin produk hasil tangkapan ikan Indonesia bebas dari kegiatan Illegal Unreported Unregulated (IUU) fishing. Sampai saat ini pelabuhan perikanan yang telah aktif memberikan pelayanan penerbitan SHTI sebanyak 18 Pelabuhan Perikanan termasuk PPN Sibolga. Adanya sistem otomasi SHTI akan semakin mempercepat penerbitannya. Penerapan SHTI tidak diwajikan untuk kapal kecil dengan kategori: berukuran maksimal 12 meter tanpa mesin penarik jaring atau berukuran maksimal 8 meter dengan mesin penarik jaring atau kapal berukuran kecil sama dengan 20 GT. Namun demikian, Unit Pengolah Ikan (UPI) berkewajiban mengajukan sertifikasi dengan memberikan keterangan atas kapal-kapal yang mensuplay hasil tangkapannya.

Dengan SHT semoga dapat mengurangi pencurian ikan serta meminimalisir kerusakan laut akibat penangkapan ikan yang tidak sesuai dengan pedoman perlindungan lingkungan. Disamping itu dengan adanya SHT tetap akan melindungi komoditi perikanan Indonesia di pasar Internasional terutama UE. Perlu disadari bahwa kekayaan laut dan keanekaragaman hayati yang dimiliki Indonesia penting untuk selalu dijaga dan dilestariakan demi keberlanjutan lingkungan dan masyarakat, terutama bagi nelayan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar